Rabu, 24 Desember 2008

"Incinerator" Mini, Jangan Jadi Hiasan

DI tengah tidak berfungsinya incinerator (mesin pembakar sampah) yang dibangun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Keputih, Sukolilo, Dinas Kebersihan Kota Surabaya justru melakukan uji coba dua unit incinerator mini di dua Tempat Penampungan Sementara (TPS) Bratang dan Legundi. Pemakaian mesin pembakar sampah mini sangat mendesak karena TPA Keputih harus ditutup paling lambat akhir tahun.

Mesin buatan luar negeri itu, kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebersihan, Kusno Wiharjo, sangat tepat untuk mengolah sampah di Surabaya, yang rata-rata produksinya mencapai 9.000 meter kubik per hari. "Sulitnya mendapatkan tanah untuk lahan pembuangan akhir, tidak ada pilihan lain kecuali mengolah sampah di TPS," katanya.

Mesin tersebut akan dibeli sebanyak 223 unit dengan harga masing-masing Rp 50 juta per unit dengan kemampuan olah antara 20-25 meter kubik per hari. Maka, total anggarannya sekitar Rp 11,1 milyar.

Padahal, mesin pembakar sampah yang sudah dibeli tahun 1989 lalu dengan harga Rp 33 milyar, sudah dua tahun ini tidak beroperasi. Kemampuan mesin ini juga berbeda jauh dengan apa yang dipromosikan perusahaan pengimpor karena daya olahnya hanya 200 ton per hari, padahal seharusnya mencapai 1.700 ton.

"Sebelum dibeli, dua mesin pembakar sampah mini itu sudah diuji coba di TPS Bratang dan Legundi. Kedua TPS ini dipilih karena sampahnya dari pasar, rumah makan, dan rumah tangga. Harus jelas apa sampah campuran dan kondisinya sangat basah itu bisa dikelola," ujar Kusno. Jika, mesin tersebut mampu mengolah sampah campuran dan basah, kemungkinan Pemerintah Kota akan membelinya meski mahal harganya.

***

SEBENARNYA apa pun upaya yang ditempuh Dinas Kebersihan itu sah-sah saja. Cuma saja kinerja instansi ini terus disorot berbagai kalangan karena tidak transparan. Seharusnya semua proposal penawaran menyangkut pengolahan sampah ditanggapi dan disampaikan kepada DPRD untuk minta persetujuan. "Pokoknya proyek pengadaan barang dan jasa di atas Rp 50 juta harus lewat tender terbuka dan diumumkan di media massa," kata Sudirdjo, anggota Komisi D DPRD.

Bahkan, kata Sudirdjo, penunjukan langsung untuk penggarapan satu proyek atau pengadaan barang, tetap harus diumumkan. Transparansi itu perlu untuk mengukur kualitas serta profesionalisme perusahaan yang ditunjuk, jadi bukan ditunjuk berdasarkan selera pimpinan di instansi tersebut," ujarnya.

Dengan demikian masyarakat tahu persis nilai proyek yang digarap, dan jika kenyataannya tidak sesuai spesifikasi, masyarakat bisa menggugat atau protes, baik langsung maupun lewat DPRD. Sehingga keberadaan mesin itu tidak cuma menjadi hiasan di tengah tumpukan sampah seperti yang menimpa mesin pembakar sampah seharga Rp 33 milyar di TPA Keputih saat ini. (eta)

0 komentar: