Rabu, 24 Desember 2008

Incinerator Dibesituakan

SURABAYA (SINDO) – Alat incinerator (pembakar sampah) milik Pemkot Surabaya tampaknya benar-benar akan menjadi barang tak berguna alias dibesituakan.

Pemkot memutuskan tidak mengoperasikan karena pembakar sampah tersebut rusak. Kepala Badan Pengawas Kota (Bawasko) Surabaya Hadi Siswanto mengatakan, untuk memperbaiki alat tersebut membutuhkan anggaran yang cukup besar. Karena itu, akan lebih baik jika Pemkot membeli peralatan baru.

Pertimbangan lainnya, peralatan tersebut dinilai tidak relevan lagi dengan kondisi sampah Surabaya yang telah bercampur dengan berbagai bahan.”Alat itu kan dirancang untuk sampah pada saat itu. Jadi, belum tentu relevan dengan kondisi sampah saat ini.Apalagi saat ini sampah di kota ini sudah bercampur tidak karuan,” katanya seusai rapat paripurna di Gedung DPRD kemarin.

Kendati demikian, hal itu tetap menjadi wewenang wali kota.Apakah usulan tersebut dipakai atau tidak. Sebab, langkah tersebut dinilai lebih ekonomis daripada harus memperbaiki mesin incinerator yang telah rusak. Terkait rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang persoalan incinerator tersebut, Hadi menganggap tidak ada masalah.

Pada prinsipnya,pemerintah daerah hanya diminta mengoperasikan kembali alat tersebut. Bukan pada persoalan utang Pemkot sebesar Rp15,7 miliar yang harus dibayarkan kepada PT Unicomindo Perdana (PT UP) selaku pemilik alat. “Kami sudah mempelajari rekomendasi BPK atas masalah ini. Intinya, pemerintah daerah hanya diminta mengoperasikan saja,”katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Wali Kota Surabaya Bambang DH menegaskan, incinerator sebenarnya persoalan lama. Mustahil bagi pemerintah daerah untuk membayar. Lebih lanjut,Bambang mengurai, hingga saat ini keberadaan incinerator sebenarnya masih menjadi milik PT UP. Ini tak lain karena alat tersebut belum diserahkan kepada Pemkot.

Itu sebabnya, sangat wajar jika Pemkot Surabaya belum bisa memanfaatkannya. “Mana bisa kami menggunakan alat itu. Sementara alat tersebut masih berada di PT UP. Belum lagi kondisinya yang rusak,”imbuhnya. Terkait utang Rp15,7 miliar kepada PT UP, Bambang mengaku sengaja tidak bayar karena terganjal aturan.

Kader PDI Perjuangan ini menyebutkan, pascamunculnya polemik beberapa tahun lalu pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim memberikan saran agar Pemkot tidak melakukan pembayaran atas peralatan tersebut. (ihya’ ulumuddin)

0 komentar: