Rabu, 24 Desember 2008

Pengelolaan Limbah Medis Jauh di Bawah Standar

BANDUNG, (PR).-
Pengelolaan limbah medis (medical waste) dari rumah sakit, puskesmas, dan laboratorium di cekungan Bandung, masih jauh di bawah standar kesehatan lingkungan karena umumnya dibuang begitu saja ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dengan sistem open dumping (tempat sampah terbuka). Padahal, limbah medis semestinya dibakar menjadi abu di incinerator (tempat pembakaran) yang bersuhu minimal 1.200 derajat celcius.


sampah medis

TEMPAT pembuangan akhir (TPA) sampah yang kerap dijadikan tempat pembuangan limbah medis.*M. GELORA SAPTA/"PR"


Pernyataaan itu diungkapkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kab. Bandung Mulyaningrum, Rabu (1/12). "Kalau pun ada rumah sakit yang memiliki incinerator, paling hanya berfungsi sebagai pembakar (burner), karena suhunya jauh di bawah 1.200 derajat celcius. Akhirnya, limbah yang dibakar pun masih berbentuk seperti arang, bukan abu," kata Mulyaningrum.

Dijelaskan Mulyaningrum, begitu keluar dari incinerator, limbah medis itu semestinya sudah berbentuk abu sehingga tinggal dibuang ke TPA bahan berbahaya dan beracun (B3) dengan sistem sanitary landfill (limbah diuruk tanah). "Karena sudah berbentuk abu, areal TPA pun tidak terlalu banyak terpakai sehingga umurnya bisa lebih panjang. Selain itu, tidak terlalu memerlukan banyak tanah untuk menguruknya," katanya.

Dicontohkan Mulyaningrum, buruknya penanganan limbah medis sempat memakan korban seperti ada pemulung yang harus diamputasi kakinya gara-gara tertusuk jarum suntik di TPA. "Untuk mengatasi itu semua, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) sedang mengkaji kemungkinan pembangunan incinerator di Kec. Cipatat, Kab. Bandung yang dapat menampung limbah dari seluruh rumah sakit, laboratorium, dan berbagai fasilitas kesehatan lainnya di cekungan Bandung," katanya.

Mulyaningrum mengatakan, rencana pemilihan tempat di Cipatat karena incinerator tidak cocok dibangun di dalam cekungan yang padat penduduk seperti Kota Bandung. "Jika dipaksakan, incinerator di tengah kota bakal mencemari udara sehingga mengganggu bagi masyarakat di sekitarnya," katanya.

Bakal selaras

Dijelaskan Mulyaningrum, rencana pembangunan incinerator di Cipatat bakal lebih selaras jika dipadukan dengan pendirian TPA limbah B3 di dekatnya. Setelah limbah rumah sakit dibakar di incinerator, abunya tinggal dibuang ke TPA limbah B3 yang berada di dekatnya. Pasalnya, limbah B3 saat ini masih harus dibuang ke TPA limbah B3 di Kec. Cileungsi Kab. Bogor sehingga memakan biaya besar.

Apalagi, Mulayaningrum mengatakan, pembangunan TPA limbah B3 di Kec. Cipatat sudah direkomendasikan oleh ITB yang bekerja sama dengan DLH. "Namun, secara informal, KLH mengatakan daya serap air di lahan itu tidak sesuai dengan persyaratan karena hanya 0,0001 m/detik sedangkan semestinya 0,000001 m/detik. Walau begitu, kendala tersebut sebenarnya bisa diatasi dengan rekayasa teknologi seperti menggunakan dua lapisan sehingga daya serap airnya bisa menjadi 0,000001 m/detik," katanya.

Pakar lingkungan dari Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar Dr. Setiawan Wangsaatmaja, mengakui, penanganan limbah medis di cekungan Bandung masih buruk. "Anda bayangkan, kalau tumor atau kanker hasil operasi dikorek-korek oleh pemulung di TPA, jelas sangat membahayakan kesehatan manusia," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kab. Bandung dr. Sukmahadi Thawaf mengakui rumah sakit lama umumnya belum memiliki fasilitas pengolahan limbah sesuai standar kesehatan lingkungan. Walau begitu, berbagai fasilitas itu akan terus dilengkapi secara bertahap. Namun, untuk rumah sakit baru atau yang akan didirikan, berbagai fasilitas pengolahan limbah sesuai standar tersebut harus sudah dimiliki.

Sukmahadi mengatakan, rumah sakit lama belum memiliki fasilitas yang memadai karena standar kesehatan lingkungan pada masa lalu tidak seketat sekarang. "Karena itu, kami sangat mendukung upaya pengolektifan penanganan limbah medis seperti yang direncanakan di Cipatat," katanya.(A-129)***

0 komentar: